GOPOS.ID, GORONTALO – Menanggapi soal pemberitaan di salah satu media yang menyebut dugaan Baznas Gorontalo abaikan syarat distribusi bantuan, Kepala Baznas Provinsi Gorontalo, H. Hamka Arbie angkat bicara.
Menurut Hamka, pemberian bantuan rumah layak huni (mahayani) yang dipertanyakan sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang ada. Tidak ada yang diabaikan dalam prosedur tersebut.
“Kami mengacu pada 11 item yang menjadi persyaratan. Tidak ada yang diabaikan,” tegas Hamka.
Dia juga menjelaskan apa yang diberitakan sebelumnya, pihak Baznas tidak pernah mengabaikan apa yang menjadi ketentuan dan persyaratan setiap penerima zakat mal maupun bantuan dari Baznas.
“Kami sangat selektif dalam berkas setiap pemohon. Selama ini kami tidak segan menolak ketika berkas tersebut tidak sesuai ketentuan. Karena dana ini dana umat, makanya peruntukannya harus sesuai prosedur,” kata Hamka.
Terkait pemeriksaan oleh Polda Gorontalo atas dugaan tersebut, Hamka mengatakan pihaknya menghormati pihak APH dalam melakukan klarifikasi dengan mendatangi Kantor Baznas.
Bahkan kata Hamka, pihaknya juga telah memenuhi undangan dalam kapasitas dimintai keterangan di Polda Gorontalo terkait apa yang masalah itu.
“Pihak kami telah menyampaikannya ke APH melalui Wakil Ketua II tentang prosedurnya. Terkait pemeriksaan ini kami juga telah melakukan langkah konsultasi dengan Direktorat Audit Kepatuhan Syariah Baznas RI untuk pendampingan hukum,” ujarnya.

Ditempat yang sama, Wakil Ketua II yang membidangi pendistribusian dan pendayagunaan, Ismet Tuhala menjelaskan bahwa program kemanusiaan kembali digulirkan dengan fokus pada pembangunan mahayani bagi warga yang memenuhi persyaratan.
Dalam pemberian bantuan ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu prosedur dan persyaratan. Salah satu penerima bantuan kali ini adalah Saudara Andre, yang telah melalui proses verifikasi dan persetujuan oleh tim pimpinan program.
Program ini memiliki prosedur yang cukup ketat, dimulai dari pengajuan permohonan oleh calon penerima bantuan. Dalam prosesnya, pemohon diwajibkan menyerahkan sejumlah dokumen sebagai bentuk pemenuhan persyaratan administratif.
“Salah satu syarat utama adalah identitas hukum yang sah, seperti KTP atau surat keterangan domisili. Dalam kasus Saudara Andre, identitas yang bersangkutan dibuktikan dengan biodata resmi dari desa, yang mengonfirmasi status dan tempat tinggalnya,” kata Ismet.
Persyaratan berikutnya adalah kepemilikan lahan. Tanah yang diajukan untuk pembangunan rumah merupakan hibah dan telah disahkan secara legal Kepala Desa serta ditandatangani di atas materai oleh Camat setempat.
Berdasarkan hasil verifikasi dan kunjungan lapangan, diketahui bahwa lokasi tersebut belum memiliki aktivitas pembangunan, dan dinyatakan layak untuk dibangun rumah bantuan.
Setelah dilakukan rapat oleh lima orang pimpinan program, akhirnya diputuskan bahwa Saudara Andre layak menerima bantuan satu unit rumah.
Sebelum proses bantuan dijalankan, pihak program turut mengundang Kepala Desa untuk membahas dan memastikan komitmen pihak desa dalam penyelesaian rumah tersebut.
Dalam diskusi tersebut ditegaskan bahwa tanggung jawab bukan hanya berhenti pada pemberian rumah, tetapi juga memastikan pembangunan berjalan tuntas.
“Kenapa kami minta pihak desa bertanggung jawab? Karena menurut kami, nilai bantuan sebesar Rp 25 juta saja belum cukup untuk membangun rumah secara layak. Maka diperlukan gotong royong dan perhatian semua pihak,” ujarnya.
Pemberian bantuan ini juga didasari pada prinsip keadilan dan ketertiban administrasi. Dimana setiap penerima bantuan harus benar-benar memenuhi regulasi, termasuk soal kejelasan status tanah, agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.(isno/gopos)