GOPOS.ID, GORONTALO – KontraS bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), dan Asia Federation Against Involuntary Disappearances (AFAD) menerbitkan buku antologi cerita pendek (Cerpen) penghilangan paksa dengan judul ‘Berita Kehilangan’. Antologi cerpen ini ditulis oleh Sastrawan Indonesia sebagai medium perlawanan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Buku ini merefleksi berbagai kejahatan penghilangan paksa yang pernah terjadi di Indonesia sejak tahun 1965 Kasus penghilangan paksa membuat keluarga korban yang ditinggalkan resah. Tidak ada sebutan bagi anggota keluarga yang hilang. Istri yang suaminya dihilangkan paksa bukan janda, anak yang orangtuanya dihilangkan bukan yatim dan piatu, dan mereka yang hilang juga bukan almarhum/almarhumah.
Ini adalah Berita Kehilangan untuk semua. Berita Kehilangan ini akan terus disuarakan hingga negara menjamin bahwa tidak ada seorang pun warga negara Indonesia yang akan jadi korban penghilangan paksa.
“Buku Berita Kehilangan adalah inisiatif dari KontraS yang dibuat untuk memperingati pekan Penghilangan Paksa setiap akhir minggu bulan Mei. Kami tidak menyangka bahwa animo dari para penulis untuk mensubmisi karya sangat besar hingga terkumpul 280 karya, padahal submisi hanya dibuka selama satu bulan dan publikasinya tidak dilakukan setiap hari,” tutur Divisi Pemantauan Impunitas, Syahar Banu saat media briefing, Rabu (7/7/2021).
Pembukaan submisi cerita pendek dimulai sejak tanggal 1 Maret 2021 hingga 31 Maret 2021. Buku ini sudah di-launching bertepatan dengan Hari Keadilan Internasional pada tanggal 17 Juli 2021. Buku ini akan dijual dan seluruh hasil keuntungan dari penjualan buku ini akan dipakai sebagai dana darurat untuk keluarga korban penghilangan paksa dampingan KontraS dan IKOHI.
Antologi cerita pendek ini dikuratori oleh; Martin Aleida – Sastrawan, penyintas tragedi 1965; Linda Christanty-Sastrawan dan Pegiat Budaya; dan Nezar Patria-Jurnalis, penyintas kasus penculikan 1997/1998 dengan editor Sabda Armandio Alif.
Penulis antologi ini diantaranya: Alexandreia Wibawa, Aoelia M., Chris Wibisana, Cornelius Helmy, Darmawati Majid, Dedy Tri Riyadi, Erwin Setia, Galih Nugraha Su, Ida Fritri, Khairul Ikhwan Damanik, Mardian Sagian, Putra Hidayatullah, Putu Oka Sukanta, Raisa Kamila, Ratih Fernandez, Rio Johan, Rizqi Turama, Seno Gumira Ajidarma, Sri Romdhoni Warta Kuncoro, Zaky Yamani.
Antologi cerita pendek penghilangan paksa ini disusun KontraS sebagai sebuah antologi cerita pendek ini untuk menjadi pengingat dan sebuah strategi untuk mendesak negara agar memberikan keadilan bagi para korban.
“Karena menurut saya, cerita itu lebih ampuh daripada berita, jadi kita perlu menyuarakan cerita tentang penghilangan paksa, ataupun kejadian tragis yang terjadi di negara ini melalui cerita, karena saya yakin kekuatan cerita itu luar biasa dampaknya,” tutur Dharmawati Majid salah satu penulis Buku Berita Kehilangan.
Bukan hal baru bahwa negara dengan seluruh akses dan perangkatnya telah menorehkan sejarah kelam bagi bangsanya. Dalam antologi ini, kita bisa mendengarkan cerita dari pengalaman personal korban kekerasan yang telah dilakukan oleh negara. Peristiwa seperti genosida yang terjadi di tahun 1965-1966 dapat kita temui pada setidaknya enam cerita pendek, dua cerita pendek mengenai kekerasan yang terjadi di Papua, dan cerita – cerita pendek lain yang dapat membawa kita menemukan penggambaran apik mengenai betapa negara merepresi rakyatnya.
“Saya tertarik untuk submit karena buku kumpulan cerpen yang mengangkat tema penghilangan paksa dan pelanggaran HAM berat masih sangat sedikit. Selain itu, selama Indonesia merdeka belum ada satupun kasus penghilangan paksa yang mendapatkan penyelesaian yang memuaskan baik secara yuridis maupun sosial. Ketika jalur resmi dibungkam, maka sastra harus bicara,” ucap Chris Wibisana salah satu penulis Buku Berita Kehilangan.
Antologi ini mungkin dapat membawa pembaca sadar akan ketidakhadiran negara untuk melindungi rakyatnya, serta berbagai macam peristiwa yang terjadi karena negara menyalahgunakan kekuasaanya. Hal ini setidaknya dapat membuat kita merawat nafas keberanian untuk menegakan keadilan yang hingga hari ini belum didapatkan oleh korban.
Penjurian dilakukan dengan metode blind author, yaitu panitia lomba menghapus identitas penulisnya sehingga saat proses kurasi berjalan para kurator tidak tahu karya siapa yang ia baca. Penilaian dilakukan dengan mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh kurator dan editor, antara lain relevansi cerita dengan tema utama, kakidashi atau cara membuka cerita, karakterisasi, plot, konflik, gaya, tata bahasa, mekanisme cerita, dan sensitivitas bahasa untuk mendukung iklim sastra Indonesia yang lebih inklusif. (muhajir/gopos)