GOPOS.ID, TULUNGAGUNG – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tulungagung melakukan aksi unjuk rasa turun ke jalan menolak UU Omnibus law atau UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR dan Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 2020 kemarin.
Aksi unjuk rasa di laksanakan di depan kantor DPRD Tulungagung Jawa Timur dengan damai, Jumat pagi (9/10/2020).
Ketua Cabang PMII Tulungagung yang juga kordinator Aksi, Muhammad Afifudin mengatakan akan terus menyoroti pada poin-poin penting di dalam Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR dan Pemerintah beberapa hari kemarin.
“Dengan disahkan UU Cipta Kerja ini banyak poin-poin yang berpotensi bisa merugikan kaum buruh. Ada lagi poin penting yang juga cenderung pada kerusakan pelestarian lingkungan di Kabupaten Tulungagung ini atas dasar investasi “,katanya.
Lanjut, Afifudin masih banyak lagi poin-poin penting yang juga di soroti termasuk bidang pendidikan.
“Di bidang pendidikan juga akan kita soroti dan kita kaji juga,” katanya.
Afifudin juga menambahkan pergerakan turun ke jalan ini merupakan gerakan kelembagaan secara struktural organisasi.
“Nantinya dari PB PMII dan sahabat yang ada di rayon-rayon sampai di komisariat akan mengadakan yusdisial review menuntut ke MK. Untuk menuntut UU Omnibus law ini bahasannya benar-benar memang ada yang salah”, tambahnya.
Masih Afifudin, untuk kali ini PMII Tulungagung mengambil sikap untuk turun ke jalan karena ini salah satu gerakan nasional untuk menolak UU Omnibus Law.
“Memang mulai sejak Kamis adalah suatu gerakan nasional, Untuk PMII se Indonesia semua turun kejalan dan kita bagian dari itu untuk menolak UU Omnibus Law. Dan nanti kita akan melakukan aksi yang lebih besar lagi dengan teman-temen dan elemen masyarakat yang benar-benar menolak adanya UU Omnibus Law”, pungkasan nya.
Ada 9 poin penolakan subtansi PMII Cabang Tulungagung terhadap UU Cipta kerja, di antaranya:
1.Kecewa karena DPR dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat di tengah pandemic covid-19 dan tidak fokus untuk mengurusi dan menyelesaikan persoalan covid-19. Justru membuat peraturan yang merugikan buruh dan rakyat yang justru menguntungkan para investor dan pengusaha.
2. Mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan permainan ekonomi orang yang berkuasa dan berkepentingan yang di legalkan dalam UU Cipta dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia mamasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan.
3.Berpendapat Proses Pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan tertutup. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang di atur.
Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan tidak mencerminkan keterbukaan sesuai pasal 5 UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terlebih, Pembentukan dan pengesahannya di lakukan di tengah pandemic covid-19.
4. Merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi. Sebab pemerintah dan DPR berkilah bahwa RUU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang di nilai melebihi regulasi. Namun faktanya nantinya akan banyak pendelegasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah.
5. Mengatan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khususnya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada di dalam Bab lV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja,yakni pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas: Pasal 79 hari libur di pangkas: Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja: pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan di hapus lewat UU Cipta Kerja :Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK),jika merasa di rugikan oleh perusahaan.
6.Merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja menghapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA).
Dengan di sahkan UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA),tanpa izin lainnya.
7.Berpendapat UU Ciptakan Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam bentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja. Bisa jadi rakyat akan diakal-akali dengan UU Cipta Kerja.
8. Sangat Kecewa UU Cipta Kerja menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan tanpa di sertai Amdal. Sangat jelas di sini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan investor pelaku oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
9. Kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukkan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan di atur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah.Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.(AR/Gopos.id)