GOPOS.ID, POPAYATO – Ribuan warga di wilayah Kecamatan Popayato Timur, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, mengeluhkan sumber air PDAM yang menguning dan tidak bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar.
Menguningnya sumber air PDAM dalam beberapa hari terakhir diduga imbas dari aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah setempat. Tak ayal, ada sekitar 1.800 kepala keluarga ikut terdampak fenomena tersebut, khususnya para pelanggan PDAM.
Salah satu warga Desa Telaga Biru, Kecamatan Popayato, Juliane Rambi mengatakan, menguningnya air PDAM di Popayato bukan hanya tidak layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, melainkan telah menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat.
“Saya juga kerja di apotik, akhir-akhir ini banyak pasien yang datang berobat dengan keluhan mengalami gatal-gatal di badan. Mungkin karena air kabur itu di gunakan untuk mandi, sehingga masyarakat mengalami gangguan kesehatan,” ujar Juliane, Jumat (29/11/2024).
Menurutnya, air PDAM yang menguning dan dipenuhi lumpur sudah dua minggu berjalan karena adanya aktivitas PETI di wilayah itu.
“Sebenarnya hampir setiap hari air bersih ini kabur, namun kali ini lebih parah sudah dipenuhi dengan lumpur. Biasanya kalau satu hari bersih besok hingga tiga hari kemudian kabur,” tutur Juliane.
Walaupun air bersih sudah kabur mereka tetap menggunakan kebutuhan sehari-hari, baik cuci pakaian, cuci piring, hinga mandi. Karena tidak ada juga sumber air lain selain dari PDAM.
“Kalau kabur biasanya ditampung dulu, kasih mengendap dulu. Pokoknya sudah banyak keluhan masyarakat, sejak saya ada posting ini keadaan air sudah begini,” kata Juliane.
Fenomena ini pun turut dibenarkan oleh salah seorang pegawai PDAM Tirta Molango, Afni Iskandar.
“Akibat aktivitas tambang menggunakan alat berat, kualitas air masuk ke bak reservoir sudah berupa lumpur, sehingga bahan kimia pengolahan air pun tidak mampu lagi mengatasi kondisi ini,” ungkap Afni.
Afni menjelaskan, sejatinya ada dua Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang terdampak aktivitas PETI di wilayah itu. IPA di Popayato Induk mendistribusikan air ke Desa Bunto, Maleo, Popayato Telaga, dan Telaga Biru, menjadi yang paling parah terkena pencemaran.
Pengolahan air bersumber langsung dari sungai Popayato yang berada tepat di belakang IPA, kondisi air disebut sudah tidak layak olah.
“Kalau IPA di Desa Bumi Bahari, yang mencakup wilayah Torosiaje Serumpun, Desa Bumi Bahari, Torosiaje Darat, dan Torosiaje Laut, kualitas airnya masih relatif aman. Karena jalur pipa yang berbeda dari sumber air utama,” jelas Afni.
Afni mengaku masyarakat pelanggan yang aktif kurang lebih 1.800 KK merasakan tercemarnya air yang disebabkan oleh pertambangan ini.
“Kami sudah berulang kali mengeluhkan ini ke Pemda dan DPRD Pohuwato, keluhan itu langsung respon pemerintah terkait, saat mereka turun alat berat berhenti bekerja. Namun setelah itu akitvitas tambang bekerja lagi,” tutur Afni
Melihat kondisi air sudah tidak layak pakai, pihaknya sudah memerintahkan penghentian sementara distribusi air untuk mencegah kerusakan alat dan potensi penyebaran penyakit yang akan diderita masyarakat.
“Kepolisian, pemerintah daerah, dan DPRD tidak ada upaya untuk menghentikan kegiatan pertambangan, padahal ini mencakup orang banyak apakah nanti sudah ada korban baru bertindak,” tutup Afni.(Yusuf/Gopos)