Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan menjadi momen penting bagi mereka yang bergelut dengan jual beli bendera, dan ornamen hias lainnya. Di momen itu mereka bisa mendulang lembaran rupiah lebih banyak dibandingkan bulan-bulan lainnya. Namun momen yang datang setahun sekali itu nyaris tak bisa lagi dinimati akibat pandemi Covid-19.
Muhajir S. Matulu, Kota Gorontalo
Matahari mulai menyingsing di ufuk barat. Lantunan ayat suci Alquran mulai menggema. Berkumandang dari pengeras suara menara masjid-masjid di Kota Gorontalo.
Lalu lalang kendaraan tampak ramai. Berlomba agar bisa sampai ke tujuan sebelum malam tiba. Sementara itu di salah satu sudut jalan Brigjen Piola Isa di Kota Gorontalo, berjejer bendera merah putih. Lengkap dengan ornamen hias dan umbul-umbul. Di antara deretan lambang negara duduk seorang perempuan. Matanya menatap jauh. Mengamati lalu lalang orang dan kendaran yang melintas. Sejak pagi hari ia duduk di tempat itu. Mengadu peruntungan di bulan Kemerdekaan Republik Indonesia. Berharap dapurnya tetap berasap.
Endang, demikian ia disapa. Perempuan berusia 43 tahun tersebut merupakan salah satu penjual bendera merah putih di Kota Gorontalo. Aktivitas menjual bendera ini mulai dilakoni sejak akhir Juli 2021. Perempuan beranak satu itu berharap momen perayaan HUT Kemerdekaan RI bisa membawa berkah baginya dan keluarga.
Harapan itu datang seiring aktivitas warga Gorontalo yang menyambut Hari Kemerdekaan RI. Sejak awal Agustus 2021, masyarakat Kota Gorontalo mulai memasang bendera di depan rumah. Kegiatan itu makin bertambah ramai menjelang hari H, yakni 17 Agustus.
Namun situasi pandemi Covid-19 membuat perayaan hari kemerdekaan tak sesemarak tahun-tahun sebelumnya. Berbagai kegiatan masyarakat tak lagi diadakan untuk menghindari kerumunan. Pun demikian aktivitas perkantoran pemerintah maupun swasta. Perayaan hari kemerdekaan diisi dengan upacara sederhana dan secara virtual.
Baca juga: Jelang Hari Kemerdekaan, Warna Bendera Merah Putih Hiasi Jembatan Molosipat W
Situasi itu berdampak signifikan bagi Endang. Sebab omset yang diraihnya menurun drastis. Sejak 22 Juli sampai 12 Agustus 2021, Endang baru berhasil menjual bendera kurang dengan total Rp2 juta. Dibandingkan sebelum masa pandemi, dalam waktu yang sama, Endang sudah bisa mengantongi hasil penjualan mencapai Rp5 juta.
Uang penjualan bendera itu selanjutnya disetorkan kepada pemilik barang. Endang mendapatkan komisi dengan besaran lebih kurang 10 persen dari nilai hasil penjualan.
“Hari ini cuma ada dua bendera yang laku. Totalnya Rp100.000 ribu. Untung saya selaku penjual Rp10 ribu di situ,” ucapnya.
Endang berjualan sejak tahun 2018. Ia menggantikan peran sang suami yang sebelumnya menjual bendera di tahun 2017. Saat ini, suami Endang sedang bekerja sebagai tukang kayu di Cianjur Jawa Barat. Endang tinggal bersama anaknya Bayu (13) di Tomulabutao, Kecamatan Dungingi, Kota Gorontalo
Endang mulai menjual bendera sejak pukul 08.00 wita hingga pukul 17.30 Wita. Ia menyewa bentor untuk membawa bendera yang akan dijual. Endang akan menjual bendera hanya sampai 17 Agustus. Setelah itu barang tersebut akan dikirim kembali kepada pemilik.
Menjual bendera memang hanya pada momentum hari kemerdekaan. Berharap bisa mendapat tambahan pendapatan. Di luar hari kemerdekaan, Endang bertahan hidup dengan pendapatan kios kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari. Di samping itu Endang menyediakan pula jasa mencuci pakaian di rumah-rumah tetangga dan keluarga.
Semua itu dilakukanya untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama sang buah hati yang kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Endang tidak berharap lebih dari kiriman sang suami. Ia mengetahui di situasi pandemi saat ini, pendapatan sang suami tak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. (*)