GOPOS.ID, GORONTALO – Kebijakan pemerintah menerapkan pembelajaran dalam jaringan (daring) patut dievaluasi menyeluruh. Selain dari sisi kualitas pembelajaran menurun, angka putus sekolah selama pembelajaran daring juga cukup meningkat.
Di Gorontalo untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), tercatat ada 467 siswa yang putus sekolah. Rinciannya untuk SMA sebanyak 294 siswa, sedangkan untuk SMK sebanyak 173. Untuk jenjang SMA dari sebanyak 294 siswa yang putus sekolah, sebanyak 174 di antaranya memilih menikah. Kemudian 76 memutuskan untuk bekerja, 18 orang meninggal dunia, serta 26 karena alasan lain.
Sementa untuk jenjang SMK dari 173 siswa yang putus sekolah, sebanyak 97 di antaranya telah menikah. Selanjutnya 69 membantu orang tua (bekerja), 5 meninggal dunia, serta 2 dikeluarkan dari sekolah.
“Itu merupakan kategori yang sudah ditetapkan oleh kementerian pendidikan, penyebab putus sekolah,” kata Tobias, Kepala Seksi, Kurikulum dan Penyelenggaraan bidang SMA, Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Dikbudpora) Provinsi Gorontalo kepada gopos.id Senin (3/5/2021)
Lebih lanjut, ia menambahkan kualitas keberhasilan siswa selama mengikuti pembelajaran daring cukup rendah, jika dibandingkan dengan kondisi normal atau tatap muka langsung.
“Data yang ada sekarang dari hasil pembelajaran memang menurun, sekitar 20% atau 40% kurang lebih seperti itu, ketimbang pembelajaran tatap muka secara langsung,” paparnya
Selanjutnya, ia menjelaskan kualitas lulusan peserta didik dan keberhasilannya ditentukan berdasarkan Kualitas rapor dari semester 1 sampai semester 6, nilai ujian satuan pendidikan atau ujian sekolah.
“Indikatornya itu, untuk menentukan sisi kualitas dari sebuah sekolah atau dari anak-anak kita,” pungkasnya. (Sari/gopos)