GOPOS.ID, GORONTALO – Melihat lebih jauh, Mesjid Bambu An-Nur yang dibangun di lokasi yang rawan maksiat, oleh seorang Kepala Unit Bimbingan Masyarakat Polsek Bongomeme, Bripka Suparno Hamzah yang dipenuhi preman inshaf.
Lokasi yang dulunya sering menjadi tempat maksiat ini, dirubah menjadi masjid, lengkap dengan taman pengajian, hingga warung kopi untuk usaha para remaja muda. Munculnya masjid ini, membawa hidayah bagi masyarakat Desa Pangadaa, Kecamatan Dungaliyo, Kabupaten Gorontalo, karena jumlah jamaah yang salat membludak dan imam salat hingga khutbah yang dipimpin oleh mantan preman.
“Sudah banyak orang inshaf. Mereka yg dulunya maksiat, mabuk-mabukan, berkelahi membawa parang, sudah menjadi pemuka agama. Sehingga sering memimpin salat, maupun khutbah di masjid ini,” ungkap Suparno.
Dari bulan Agustus 2019 hingga sekarang masjid ini telah beroperasi dengan jumlah jamaah mencapai 70 orang. Suparno sangat terkejut dengan masyarakat yang sering bermaksiat dan berbuat onar di desa. Sekarang mereka sudah menjadi orang yang taat agama, hingga membuat suasana desa selalu aman dan tentram.
“Saya merasa bersalah karena menganggap mereka tidak akan berubah. Mereka yang selalu menjadi imam, azan hingga kajian keagamaan. Saat hari raya Idul Fitri barusan, masyarakat kaget karena orang yang dianggap raja mabuk, yang naik sebagai Khotib mimbar. Suasana menjadi terharu, dan semua jamaah menangis,” imbuh Polisi yang bertugas di Brimob Polda Gorontalo tahun 2007 ini.
Baca juga: Salut, Bripka Suparno Hamzah yang Mengubah Lokasi Maksiat Jadi Masjid
Suparno mengajukan surat kepada pemerintah daerah, agar lokasi tersebut bisa di hibahkan dan akan dibangun sebuah masjid yang menjadi tempat ibadah masyarakat Dungaliyo dan Tibawa ini, karena lokasi masjid yang sangat jauh.
Konstruksi dari masjid juga, dirancang sendiri oleh Suparno. Sembari menyisihkan pendapatanya untuk semakin menyempurnakan masjid. Memilih bambu sebagai tembok masjid, menjadi ketertarikan sendiri. Tempat ngopi, taman pengajian, lingkungan yang asri hingga tempat nongkrong di sekitar masjid, menjadi alasan para jamaah untuk tidak bosan datang ke Masjid.
“Buat apa dari bahan beton, tapi jamaahnya sedikit. Disamping banyak bantuan yang masuk, mungkin Rp. 200 juta pendapatan saya untuk membangun masjid ini,” tambahnya.
Hingga kini, proses pembangunan dan penyempurnaan Madjid Bambu An- Nur ini terus dilakukan. Suparno berencana akan membangun kolam ikan, menara hingga gapura masjid.
“Rencana ke depan ini, adalah menara dan gapura. Sudah ada juga bantuan untuk sumur air, tinggal smentara di buat,” ujarnya.
Selain itu, Yureta Ali, istri dari Suparno Hamzah mengatakan bahwa pembangunan masjid ini merupakan rencana untuk keluarga. Apalagi melihat lokasi masjid yang sangat jauh dari desa, sehingga lebih sering salat di rumah dengan anak-anak.
“Dari situ kami punya niat, walaupun kecil, kami akan membuat musholah saja. Tapi dengan beriringnya jalan, waktu, akhirnya bisa jadi masjid yang bisa dinikmati oleh masyarakat,” kata Istri, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Bongomeme ini.
Sebelumnya, mereka telah sering mengadakan pengajian di rumah pribadi sejak tahun 2014. Sehingga didirikan masjid dengan desain yang unik dan pemandangan yang indah, agar tidak membosankan masyarakat, anak-anak pengajian, hingga para pengunjung yang sering berdatangan pada sore hari.
“Banyak yang datang. Memberikan bantuan, sekaligus mengambil gambar indah di masjid ini,” tutup Yureta. (Aldy/gopos)