GOPOS.ID, GORONTALO – Panitia khusus (pansus) DPRD Provinsi Gorontalo kembali membahas soal aset pemerintah dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Kamis (13/6/2024).
Menariknya dalam pembahasan tersebut pihak Pansus membeberkan adanya aset yang digunakan oleh Depo Pertamina dan PT. Pelindo.
Tak hanya itu, selain Depo Pertamina dan PT. Pelindo ada juga aset yang digunakan oleh pihak TNI-AU, tentang pemanfaatan tanah di Bandara Sam Ratulangi dan Bandara Djalaluddin Gorontalo yang sudah fakum kurang lebih 9 tahun.
Seperti dalam penjelasan Ketua Panitia Khusus (pansus) DPRD Provinsi Gorontalo, AW Thalib bahwa berkaitan dengan tanah aset yang digunakan oleh Depo Pertamina kurang lebih 1,5 hektar. Kemudian kerja sama yang sudah berakhir dengan PT. Pelindo.
“Memang di dalam isinya harus dihibahkan. Tetapi kemudian ada aturan yang tidak memungkinkan terkait Pemendagri nomor 19 tahun 2016,” ujarnya.
Kemudian lanjut AW Thalib, terkait rencana hibah atau perjanjian kerja sama yang sudah berakhir dengan pihak TNI-AU tentang pemanfaatan tanah di Bandara Sam Ratulangi dan Bandara Djalaluddin Gorontalo.
Menurut AW Thalib persoalan aset ini perlu ada perjanjian baru. Berkaitan dengan hal itu, pihak Pansus sudah minta kepada OPD untuk melakukan kajian sebelum dilakukan pertemuan dengan instansi terkait PT Pelindo, Pertamina yang ada di Makassar dan juga TNI-AU.
Artinya, pertemuan dengan pihak terkait ini guna memastikan kesiapan ketika Pemerintah Provinsi Gorontalo akan melakukan rapat koordinasi tentang penyelesaian masalah Bandara ataupun perjanjian baru yang akan dibentuk.
“Sebelum hal tersebut dilakukan, tentunya ada persiapan yang akan dilakukan. Seperti kajian hukumnya, legal draftingnya tentang perjanjian baru termasuk perpanjangan perjanjian dengan PT.Pelindo atau perjanjian baru yang akan dibuat dengan pihak Pertamina,” kata dia.
Alternatif tersebut, kata AW Thalib, perlu dibuat dan kemudian akan dibicarakan mana yang terbaik dilakukan Pemerintah Provinsi Gorontalo ataupun pihak ketiga yang memanfaatkan aset dari pemerintah. Sehingga ada payung hukum, mengingat saat ini sudah tidak ada payung hukumnya.
“Semua sudah berakhir, bahkan ada yang berakhir sudah 8-9 tahun. Harus ada solusi bagaimana caranya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” terangnya. (isno/gopos)