Oleh:
Novianita Achmad, Abdul Haris Panai, Sitti Roskina Mas, Zulystiawati
(Penulis adalah Mahasiswa dan Dosen Program Doktor Pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo)
Sejarah pendidikan tinggi di Australia dan Inggris menunjukkan perkembangan yang menarik seiring waktu. Dari pendirian Universitas Sydney pada tahun 1850 hingga saat ini, sistem pendidikan tinggi di kedua negara telah mengalami transformasi yang signifikan. Perubahan ini tercermin dalam berbagai aspek, termasuk kebijakan pendidikan, aksesibilitas, ekonomi dan pendanaan, pengelolaan pendidikan, proses pembelajaran, serta sistem evaluasi pendidikan.
Sektor pendidikan tinggi di Australia sebagian besar terdiri dari universitas negeri, dengan sejumlah kecil universitas swasta dan penyedia pendidikan tinggi lainnya (OHEP) yang juga berkontribusi pada sektor ini. OHEP adalah lembaga yang tidak terakreditasi universitas, seperti sekolah tinggi teologi, lembaga swasta khusus, dan beberapa TAFE, yang menyediakan program pendidikan tinggi seperti gelar sarjana (Hurley & Van Dyke, 2020).
Di Australia, pemerintah negara dan teritori memiliki tanggung jawab atas persiapan kurikulum di sekolah dasar dan menengah. Namun, pada tahun 2008, dibentuklah Australian Curriculum, Assessment dan Reporting Authority (ACARA), yang berfungsi merancang kurikulum nasional yang disebut Kurikulum Australia. Kurikulum ini dirancang untuk mengembangkan siswa yang sukses, percaya diri, kreatif, dan menjadi warga negara yang aktif dan berpengetahuan luas. Kurikulum Australia mencakup delapan mata pelajaran standar, termasuk bahasa Inggris, matematika, sains, pendidikan kesehatan dan fisik, ilmu humaniora dan sosial, seni, teknologi, dan bahasa. Struktur kurikulum ini tetap konsisten dari sekolah dasar hingga menengah pertama (Syakhrani et al., 2022).
Terdapat tiga tujuan utama dalam kurikulum pendidikan dasar di Australia, yaitu: mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman dalam mata pelajaran; membangun kemampuan umum seperti literasi matematika, teknologi informasi, berpikir kritis dan kreatif, serta pemahaman antar budaya; dan mengutamakan prioritas lintas kurikulum seperti sejarah, budaya Aborigin dan Torres Strait Islander, serta hubungan Asia dengan Australia.
Standar pencapaian dan deskripsi konten menjadi elemen penting dalam kurikulum, membantu guru dalam mengembangkan program belajar mengajar, serta menilai dan mengawasi prestasi siswa. Sistem pendidikan di Australia dimulai dengan masuk sekolah dasar pada usia 6 tahun, wajib belajar selama 10 tahun hingga menyelesaikan Junior High School (SMP), kemudian melanjutkan ke Secondary School atau College selama dua tahun untuk mendapatkan sertifikat seperti VCE, TAFE, atau PISA.
Reformasi pendidikan di Australia dipengaruhi oleh perkembangan global dan faktor internal negara tersebut. Menurut Barcan, ada empat faktor yang mendorong reformasi tersebut. Pertama, terjadinya krisis dalam sistem kesejahteraan negara dan berkembangnya ekonomi neoliberal yang menekankan kompetisi pasar dan mengurangi intervensi negara. Kedua, kecenderungan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dengan mengurangi biaya belanja negara terhadap birokrasi dan layanan pendidikan. Ketiga, masyarakat Australia cenderung mencari pendidikan yang lebih vokasional dan pasar-orientasi, sambil menuntut kualitas pendidikan yang tinggi. Dan terakhir, ketidakpuasan orang tua terhadap pelayanan yang diberikan oleh sekolah-sekolah pemerintah (Arifin, 2020)
Pendanaan pendidikan tinggi di Australia telah mengalami perubahan yang signifikan, dengan pengenalan skema pinjaman pendidikan dan kebijakan berbasis kinerja. Mahasiswa internasional juga memainkan peran penting dalam mendanai sektor pendidikan tinggi Australia. Selain itu, terdapat perbedaan antara universitas negeri dan swasta dalam hal pembiayaan dan program studi. Proses pembelajaran di universitas Australia cenderung mengadopsi pendekatan praktis dan berorientasi pada keterampilan, dengan penekanan pada pembelajaran aktif dan penggunaan teknologi. Evaluasi pendidikan di Australia telah mengalami perubahan dari sistem evaluasi eksternal yang ekstensif menjadi lebih terfokus pada penilaian internal sekolah (Hurley & Van Dyke, 2020).
Di Inggris, sistem pendidikan tinggi juga mengalami transformasi yang mencerminkan landskap pendidikan yang kompleks. Upaya meningkatkan aksesibilitas dan kesetaraan, serta menciptakan lingkungan inklusif, telah menjadi fokus utama. Namun, masih ada tantangan terkait dengan elitisme dan kesenjangan sosial dalam pendidikan tinggi. Biaya kuliah yang tinggi dan pemotongan dana publik telah menimbulkan pertanyaan tentang kesetaraan akses di Inggris. Meskipun terdapat skema pinjaman dan beasiswa, masih ada mahasiswa yang harus mengambil pinjaman komersial untuk membiayai pendidikan mereka.
Proses pembelajaran di universitas Inggris telah berkembang menuju pendekatan yang lebih modern dan aktif, dengan penekanan pada pembelajaran interaktif dan kolaboratif. Evaluasi pendidikan di Inggris masih menekankan tradisi pembelajaran yang formal dan terstruktur, tetapi semakin memperhatikan pentingnya pembelajaran mandiri dan pengembangan keterampilan belajar sepanjang hayat bagi mahasiswa. Pendidikan formal di Inggris telah dimulai sejak abad ke-5, dengan sekolah pertama yang didirikan pada tahun 598 di Canterbury, Inggris. Meskipun demikian, program wajib belajar baru diberlakukan pada tahun 1880, yang awalnya hanya berlaku untuk anak-anak usia 5 hingga 10 tahun. Namun, seiring perkembangan waktu, program wajib belajar diperluas hingga usia 18 tahun sesuai dengan Education and Skills Act 2008, yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun 2013 hingga 2015.
Dalam kurikulum program wajib belajar yang dikelola oleh Department for Education (DfE), mata pelajaran dikelompokkan dalam konsep key stage. Terdapat empat key stage, yaitu key stage 1 untuk siswa usia 5-7 tahun (kelas 1-2), key stage 2 untuk siswa usia 7-11 tahun (kelas 3-6), key stage 3 untuk siswa usia 11-14 tahun (kelas 7-9), dan key stage 4 untuk siswa usia 14-16 tahun (kelas 10-11). Setelah menyelesaikan key stage 4, siswa dihadapkan pada berbagai pilihan, termasuk mengambil ujian General Certificate Secondary Education (GCSE), terutama bagi mereka yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan lanjutan. Di tingkat pendidikan lanjutan, terdapat berbagai kualifikasi yang dapat dipilih, salah satunya adalah A-Levels (Winarso et al., 2021).
Dalam mengelola pelayanan pendidikan di Inggris, tanggung jawabnya dibagi antara dua kementerian pemerintah, yaitu Departemen Pendidikan (Department for Education – DfE) dan Departemen Bisnis, Inovasi, dan Keterampilan (Department for Business, Innovation and Skills – BIS). DfE bertanggung jawab merencanakan dan memantau pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah, memastikan penyediaan layanan pendidikan terpadu bagi siswa, dan merumuskan kebijakan terkait anak-anak dan remaja. Sementara itu, BIS mengelola bidang sains, inovasi, keterampilan, pendidikan lanjutan dan tinggi, serta perusahaan. DfE memiliki tiga badan eksekutif, yaitu Education Funding Agency (EFA), Standards and Testing Agency (STA), dan National College for Teaching and Leadership (NCTL) (Eurydice, 2019)
Pendanaan pendidikan di Inggris dibagi menjadi beberapa lembaga yang memiliki tanggung jawab berbeda sesuai dengan rentang usia siswa. Untuk usia 3 hingga 19 tahun, pendanaan ditangani oleh The Education Funding Agency (EFA), yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan (DfE). Sementara itu, Skills Funding Agency, yang bermitra dengan Departemen Bisnis, Inovasi, dan Keterampilan (BIS), bertanggung jawab atas pendanaan dan pengawasan pelatihan keterampilan dan pendidikan lanjutan untuk usia di atas 19 tahun. Pada tingkat pendidikan tinggi, pendanaan diawasi oleh lembaga Higher Education Funding Council for England (HEFCE). Untuk pembiayaan riset spesifik, UK Research Councils bertanggung jawab dan diawasi oleh BIS, dengan cakupan pendanaan yang mencakup seluruh wilayah Inggris (Soelaiman, 2021).
Kesimpulan
Sejarah pendidikan tinggi di Australia dan Inggris menunjukkan evolusi yang menarik dari awal abad ke-5 hingga saat ini, dengan transformasi signifikan dalam berbagai aspek seperti kebijakan pendidikan, aksesibilitas, pendanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi. Di Australia, sistem pendidikan tinggi didominasi oleh universitas negeri, sementara lembaga pendidikan tinggi lainnya juga memberikan kontribusi penting. Pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap persiapan kurikulum sekolah dasar dan menengah, dengan Australian Curriculum yang merancang kurikulum nasional untuk mengembangkan siswa yang sukses dan berpengetahuan luas. Di Inggris, tanggung jawab pelayanan pendidikan dibagi antara Departemen Pendidikan dan Departemen Bisnis, dengan pendanaan yang dikelola oleh berbagai lembaga sesuai dengan rentang usia siswa. Meskipun terdapat perbedaan dalam sistem pendidikan dan pendanaan di kedua negara, keduanya terus berupaya meningkatkan aksesibilitas, kualitas, dan kesetaraan dalam pendidikan.
Referensi
Arifin, Z. (2020). TRANSFORMISME PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU: INISIATIF FILOSOFIS PENGEMBANGAN MUTU DI INDONESIA. 7823–7830.
Eurydice. (2019). The Structure of the European Education Systems 2019/20. In Экономика Региона.
Hurley, P., & Van Dyke, N. (2020). Australian investment in education : Higher education. Mitchell Institute, Melbourne.
Soelaiman, F. (2021). Sistem Pendidikan di Inggris. In Kantor Atase Pendidikan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London (Issue January). https://atdikbudlondon.files.wordpress.com/2014/05/buku-sistem-pendidikan-di-inggris-edisi-22.pdf
Syakhrani, A. W., Annisa, Evi, Hidayati, F., & Nisa, H. (2022). Sistem Pendidikan Di Negara Australia. Adiba: Journal of Education, 2(3), 421–428. https://adisampublisher.org/index.php/adiba/article/view/162
Winarso, H., Imamuddin Basuni, Rachman, N. R., & Wibisono. (2021). Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah di 16 Negara. Biro Perencanaan Dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Tahun 2014, 13, 248.