Di tengah kemajuan zaman yang dibarengi kecanggihan teknologi komunikasi dan informatika, penggunaan gadget telah merambah hingga di kalangan anak-anak. Fenomena ini berdampak pada menurunnya anak-anak untuk beraktivitas di luar ruangan. Bahkan banyak anak-anak lupa akan permainan tradisional.
Ramadhan Ismail Yunus, Gopos.id
Egrang, Gasing, Yoyo, atau Bakiak. Bagi anak-anak sekarang, nama-nama tersebut terdengar cukup asing. Bahkan banyak di antara mereka bila ditanya tentang nama-nama itu akan menjawab tidak tahu. Itu adalah nama-nama atau jenis permainan tradisional.
Mayoritas anak-anak yang lahir di zaman generasi Alpha atau tepatnya di era 2010 ke atas, sudah banyak tak mengenal tentang nama-nama permainan tradisional. Mereka lebih akrab dengan istilah gadget atau gawai. Mulai dari video game, hingga handphone.
Kondisi memudarnya permainan tradisional di kalangan anak-anak sekarang tak lepas dari kemajuan zaman dan teknologi. Permainan tradisional yang dulunya digemari oleh anak-anak mulai tergantikan dengan permainan yang modern. Namun di sisi lain, kondisi tersebut berdampak negatif. Anak-anak yang kecanduan gadget menjadi malas untuk bergerak dan beraktivitas di luar ruangan. Mereka lebih suka menghabiskan waktu sambil duduk menatap layar handphone. Bahkan tak jarang anak-anak kehilangan fokus untuk belajar akibat kecanduan gadget.
Berangkat dari fenomena maraknya anak-anak yang kecanduan gadget, Achmad Irfandi, seorang pemuda asal Dusun Ngumbuk, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur, menginisasi Kampung Lali Gadget (KLG).
“Mulanya saya melihat ada anak-anak yang nongkrong di warung kopi berjam-jam untuk mengakses wifi. Bahkan seharian mereka duduk, mereka lupa dengan aktivitas yang lain. Waktunya mandi nggak mandi, waktunya belajar nggak belajar,” kata Irfandi dalam talkshow Good Movement Kisah Inspiratif Penerima SATU Indonesia Awards yang diselenggarakan GNFI Academy, 21 Agustus 2023.
Keresahan yang melihat anak-anak yang kecanduan gadget/internet mengilhami Irfandi untuk membuat sebuah gerakan detoksifikasi digital. Yaitu kegiatan menghilangkan sejenak atas kecanduan dunia digital dalam hal ini gadget dan internet. Irfandi lalu mengajak dengan rekan-rekannya yang bergelut di dunia literasi dan sejenisnya. Maka tercetus ide memadukan program konservasi budaya dengan detoksifikasi digital yang dituangkan melalui kegiatan memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak.
Ide memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak selanjutnya diwujudnyatakan dalam bentuk Kampung Lali Gadget atau KLG. Kampung Lali Gadget memiliki arti Kampung Lupa Gadget. Nama tersebut diambil sesuai tujuan pembentukannya. Mengajak anak-anak untuk melupakan gadget sementara waktu dengan bermain permainan tradisional. Pada 1 April 2018, KLG mulai digagas Irfandi di kampungnya Desa Pagerngumbuk, Sidoarjo.
Aktivitas yang digelar di program ini mengajarkan edukasi budaya, kearifan lokal, olahraga, edukasi satwa, permainan tradisional. Selain mengurangi kecanduan gawai, program KLG juga membantu mengedukasi anak-anak tentang budaya dan kearifan lokal.
“Konsepnya sederhana yaitu detoks digital. Mendetoksifikasi pengaruh internet, karena di samping dampak positif ada pula dampak negatif,” ungkap Irfandi.
Beragam permainan tradisional dihadirkan pada kampung lali gadget. Di antaranya egang, gasing, yoyo, bakiak. Selain ada pula aktivitas permainan di sawah, bermain air/bermain lumpur, menangkap ikan di kolam buatan, hingga pementasan wayang damen. Tak ketinggalan kegiatan yang melatih kreativitas seperti membuat Udeng Pacul Gowang yang merupakan ikat kepala khas Sidoarjo.
Aktivitas permainan tradisional dipusatkan di pendopo yang diberi nama Balai Among. Among memiliki makna mengemong yang artinya mengasuh, merawat, atau menjaga. Aktivitas permainan dilaksanakan per tema. Contohnya bila pekan ini bermain dengan daun, maka pekan depannya dengan batang. Lalu batu, air, angin, kerikil, biji-bijian, buah-buahan, tangkap lele, main lumpur, main sawah, dan seterusnya.
Irfandi mengemukakan, banyak anak-anak yang sebenarnya bukan tak suka dengan permainan tradisional, tetapi mereka tidak tahu. Hal itu telah dibuktikan sejak KLG digerakkan pada 2018 hingga saat ini. Banyak anak-anak begitu tertarik saat diberitahu dan diajak untuk bermain permainan tradisional.
“Bahkan mereka dengan kerelaan hati sendiri meninggalkan gadgetnya untuk ikut bermain permainan tradisional di Kampung Lali Gadget,” ujar Irfandi.
Awal Irfandi untuk menggerakkan KLG diwarnai penuh perjuangan. Ia dan rekan-rekannya mendatangi sekolah-sekolah untuk mengajak anak-anak datang dan mengikuti kegiatan di KLG. Tak hanya itu, Irfandi juga harus memutar otak mencari pembiayaan untuk operasional kegiatan, karena aktivitas permainan saat itu disediakan secara gratis.
“Namanya beasiswa bermain karena gratis,” ujar Irfandi.
Perjuangan yang tak mudah yang dilakukukan Irfandi bersama rekan-rekannya membawa hasil positif. Program Kampung Lali Gadget diminati oleh anak-anak. Bahkan dari sebelumnya hanya berjumlah puluhan orang melonjak hingga ratusan anak-anak untuk setiap program yang dilaksanakan setiap pekan.
Tak Anti Gadget
Gerakan Irfandi bersama teman-teman relawan dalam menginisiasi Kampung Lali Gadget bukan didasari pada keengganan atau anti menggunakan gadget. Bagi Irfandi, gadget tetap dibutuhkan di tengah era modern saat ini yang hampir semua lini kehidupan telah menerapkan sistem digital atau digitalisasi. Kampung Lali Gadget (KLG) hadir untuk mengimbangi dampak negatif penggunaan gadget di kalangan anak-anak sekaligus melestarikan budaya melalui permainan tradisional. Terutama di kalangan anak-anak usia 0-6 tahun yang sejatinya belum sama sekali membutuhkan gadget.
“Harapan kita melalui kampung lali gadget adalah anak-anak kita tidak mudah terdikte sama teknologi. Dewasa ini kita selalu terdikte dengan teknologi. Contoh ketika ada sesuatu yang viral, maka tanpa tanpa filter kita mengikutinya,” ungkap Irfandi.
Irfandi mengakui bila dirinya menjumpai sejumlah anak-anak yang terpapar pengaruh gadget dan internet. Di antaranya sikap yang melawan orang tua, kurang empati terhadap sesama, dikarenakan sering menonton tayangan di media sosial atau internet tanpa adanya filter atau tersaring.
“Kita tak bisa melarang anak-anak pakai gadget, yang bisa kita lakukan adalah mengimbangi penggunaan gadget. Supaya mereka tahu ada permainan-permainan tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa,” urai Irfandi.
Artis hingga Turis, Apresiasi SATU Indonesia Awards
Kerja keras Achmad Irfandi dalam menggerakkan Kampung Lali Gadget (LKG) membuahkan hasil positif. Banyak anak-anak yang tertarik untuk mengikuti program yang dijalankan KLG. Tidak hanya anak-anak di Desa Pagerngumbuk, tetapi anak-anak dari desa lain di Sidoarjo juga banyak yang ikut bergabung. Bahkan anak-anak dari daerah luar seperti dari Gresik, Malang, serta Surabaya, ikut tertarik untuk mengikuti program permainan tradisional di KLG.
Tak hanya itu artis ibukota, Luna Maya, juga pernah datang untuk melihat langsung aktivitas di Kampung Lali Gadget (KLG), Pagerngumbuk, Sidoarjo. Luna Maya mengaku sangat terkesima dengan aktivitas permainan tradisional yang ada di KLG. Ia pun bisa merasakan kembali dunia masa kecil, di mana ia memainkan sejumlah permainan tradisional.
“Di sini anak-anak bermain dengan permainan tradisional, di mana saya tumbuh dan besar dengan lingkungan seperti itu,” ungkap Luna Maya dikutip dari Instagram Kampung Lali Gadget.
Luna Maya mengemukakan, dengan adanya Kampung Lali Gadget sangat bagus dan harus dibudayakan serta dikembangkan.
“Mudah-mudahan ke depan akan semakin banyak kampung-kampung lain yang membudayakan seperti ini (permainan tradisional),” kata Luna Maya.
Selain kalangan artis, Kampung Lali Gadget juga ikut menjadi tujuan atau destinasi wisatawan dari luar negeri. Mereka sengaja datang ke Kampung Lali Gadget untuk melihat dari dekat aktivitas permainan tradisional yang merupakan warisan budaya Bangsa Indonesia.
Di sisi lain, kerja keras dan gagasan inovatif Achmad Irfandi melestarikan budaya permainan tradisional lewat Kampung Lali Gadget mendapat apresiasi berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Astra melalui apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards. Irfandi dinobatkan sebagai penerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2021 bidang Pendidikan.(***)