Oleh: Indra Rohandi Parinding,S.Farm
Krisis politik identitas terhadap kedaulatan rakyat merupakan fatamorgana yang menjerat sikis rakyat. Terlebih pada pemilihan untuk menentukan para pemangku kepentingan atau keterwakilan suara rakyat, di era parlementer.
DALAM waktu dekat kita akan memasuki yang namanya babak saling sikut dan perang otak syaraf, untuk mencapai simpatisan bagi rakyat. Entah nantinya apakah menjadi panutan atau medan pergulatan pada aspirasi rakyat.
Muatan perhelatan pemilihan legislatif (pileg), menjadi ajang untuk menentukan wakil rakyat 5 tahun ke depan. Dimana kriteria yang dimainkan atas dalil kerakyatan, sekiranya harapan rakyat dapat tercapai baik secara fakta maupun secara metafisik.
Dengan begitu menjadi asupan dalam saut menyaut dalam pemultitafsiran berbagai pendapat, maupun pemikiran untuk sarana pemilihan tepat bagi yang kuat untuk menduduki singgasana amanah rakyat.
Kedaulatan rakyat menjadi pegangan bagi setiap kontestan. Sebagai sarat bujuk membujuk untuk peroleh simpatisan dalam perolehan pencapaian pada target maksimal.
Tujuannya agar menjadi tokoh perwakilan rakyat dengan harapan rakyat, memperoleh keterwakilan dari sentuhan tangan dan do’a untuk memperoleh perhatian seperti harapan dan keinginan khalayak orang banyak.
Kedaulatan rakyat saat ini telah cerdas dalam menentukan arahnya atau pilihan tepatnya dengan substansi apakah yang diusung bisa menjadi pilar harapan dan hanya menjadi janji buta semata.
Bisa jadi pula hanya seakan mati suri ketika tapak jejaknya sudah menjadi tokoh, di singgasana atau rakyat berdaulat.
Kebijakan dalam memilih merupakan penentuan harapan rakyat pada puncak legislatif yang sekiranya bisa bekerja dalam menjalankan sisi moral. Atitude yang seksama dan berkepribadian stabil untuk masuk dalam kontes sebagai wakil rakyat nantinya.
Sehingga menjadi kapasitas wakil rakyat hendaklah banyak bercermin dari mana, kemana dan mau apa? Sifat malaikat bagi yang telah digariskan Tuhan tetap menjadi hati malaikat, tidak terubah menjadi setan terlebih menjadi angkara iblis kepada kerakyatan yang berdaulat.
Sosok rakyat adalah pimpinan dan raja bagi wakil rakyat sehendaknya esensi dari sila Pancasila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjadi surga terindah sesuai harapan rakyat.
Bagaimana bisa benar-nenar menetapkan dan menempatkan pilihannya untuk kemakmuran dalam menghadapi era inflamasi Global yang terdoktrin dari akal sehat. Sehingga mewujudkan perikemanusiaan yang adil dan beradab dan menjadi wakil rakyat sejati yang berkarya nyata bukan berkat kata. (**)