GOPOS.ID, GORONTALO – Penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) mulai mengkhawatirkan. Di Kota Gorontalo, selang dua pekan di bulan Januari ini, tercatat dua warga meninggal dunia akibat DBD.
Sementara tujuh warga lainnya positif, serta 15 yang sementara ini masih dirawat di rumah sakit masih dalam kategori suspek.
Hal ini terungkap saat pertemuan, Walikota Gorontalo Marten Taha, Sekretaris Daerah (Sekda) Ismail Madjid, bersama-sama Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dan camat se Kota Gorontalo, Rabu (16/1/2019) di ruang kerja Walikota.
Dalam pertemuan tersebut dipaparkan bahwa dalam lima tahun terakhir kasus DBD di Kota Gorontalo naik turun.
Di 2015 terjadi 71 kasus DBD dengan jumlah kematian 4 kasus, sementara di 2016, Kota Gorontalo ditetapkan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah kasus DBD mencapai 153 kasus dengan angka kematian 4 orang.
Di 2017 kasusnya sempat menurun menjadi 76 kasus dengan jumlah kematian 1 orang, dan di tahun 2018 kembali naik menjadi 123 kasus dengan kematian 3 orang. Dan di awal tahun 2019 ini kasus DBD dibuka dengan angka 7 kasus dengan kematian 2 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dr. Nur Albar mengungkapkan siklus kejadian DBD ini memang sering terjadi saat perubahan musim panas ke musim penghujan. Sehingga memasuki bulan November, Desember, Januari hingga Februari angka kasus DBD selalu meningkat.
Untuk itu butuh peran serta masyarakat dalam memutus penyebaran nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi vektor penyebaran penyakit mematikan tersebut.
“Untuk mencegah harus diawali dari hulu. Caranya dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M plus,” ucap dr. Nur Albar.
Baca juga : DBD Mulai Mewabah, Pemkot Keluarkan Himbauan untuk Camat
Yakni menutup semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, mendaur ulang barang bekas, menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
Menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, serta menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk.
Menurutnya jika cara tersebut dilakukan maka akan sangat mudah dalam memutus penyebaran nyamuk penyebab DBD tersebut.
Lanjut dikatakan dr. Nur Albar bahwa ketika ada keluargannya yang menderita panas tinggi dalam waktu tiga hari atau lebih. Namun tiba-tiba orang tersebut berangsur menurun panasnya.
Maka keluarga harus segera membawa ke Puskesmas setempat atau merujuk ke rumah sakit terdekat.
Agar bisa diketahui penyabab panas dari orang tersebut. Sebab jika terlambat dalam penanganan, maka sangat sulit untuk dilakukan penindakan.
“Biasanya yang terjadi nanti sudah dalam kondisi shock, pasien baru di rujuk ke rumah sakit. Sehingga dalam kondisi yang sulit untuk diobati baru diketahui penyakitnya. Akibatnya tidak sempat mendapat penanganan yang lebih intensif, pasien sudah meninggal dunia. Ini yang sering terjadi di masyarakat kita,” tutur Nur Albar.
Ungkapan yang sama disampaikan dr. Andang Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe. Ia mendorong agar masyarkat yang menderita panas tinggi untuk mengecek diri di Puskesmas.
Baca juga : Awas! DBD Mulai Mengintai, 2018 Terjadi 14 Kasus Kematian
Bukan hanya itu, bagi rumah sakit yang menangani pasien dengan gejalah DBD jangan merujuk pasien dengan kondisi sudah kondisi kritis. Sebab nantinya RSAS yang akan kesulitan untuk melakukan tindakan.
“Kami juga biasanya mendapatkan pasien rujukan dengan fase shock. Sehingga penanganannya bisa terlambat dan kesulitan untuk mendapat tindakan,” tutur dr. Andang.
RSAS Sudah Siapkan 380 Tempat Tidur
Mengantisipasi lonjakan pasien akibat DBD, RSAS Kota Gorontalo sudah menyediakan 380 tempat tidur untuk menampung pasien DBD. Mengingat banyaknya pasien rujukan dari beberapa wilayah ke RSAS Gorontalo.
“Kami sudah merampungkan ruangan yang telah kami renovasi. Insyaallah itu mampu menampung jumlah pasien. Agar nantinya tidak ada pasien yang tidur diselasar RS atau kekurangan tempat tidur,” papar Andang.
Ada Investigas Bagi Masyarakat yang Tekena DBD
Bagi masyarakat yang sudah positif DBD, maka dinas Kesehatan akan melakukan investigasi di lokasi tersebut. Disana petugas akan melihat sekitar 100 rumah, apakah ada perindukan nyamuk. Setelah itu baru akan ditetapkan fogging atau hanya penanganan PSN.
“Sebab fogging belum tentu efektif. Karena fogging hanya membunuh nyamuk dewasa. Sementara dua minggu berikutnya akan hidup kembali nyamuk dari jentik-jentik yang tidak dibasmi, sehingga nyamuk dewasa akan muncul lagi. Tujuan utamanya adalah memberantas jentik untuk mematikan mata rantai nyamuk DBD,” papar Kadis Kesehatan Kota Gorontalo, dr. Nur Albar.
Libatkan Jumantik hingga Siswa dan Masyarakat
Dalam mengurangi resiko terjadinya DBD di berbagai kawasan endemik. Maka dinas Kesehatan akan bekerjasama dengan mengaktifkan lagi petugas pemantau jentik (jumantik), serta mendorong siswa untuk aktif mengontrol lokasi-lokasi yang terdapat genangan air.
Sebab telur dari nyamuk DBD tersebut bisa bertahan selama 6 bulan, dan ketika terkena air, maka jentik tersebut akan tumbuh sehingga menjadi nyamuk dewasa.
“Disini saya meminta peran dari lurah dan camat serta kepala-kepala sekolah agar berperan aktif untuk mengontrol lingkungan. Jika terdapat genangan air, maka segera dibuang. Kalau ada kaleng-kaleng bekas, ditimbun. Serta kalau ada plastik yang tergenang air, maka harus ditimbun juga. Jangan beri kesempatan telur nyamuk ini hidup menjadi nyamuk pembawa penyakit,” tandas dr. Nur Albar. (ndi)